Jakarta - Buruh migran
Jakarta - Buruh migran diduga masih sulit menyerahkan suara mereka guna Pemilu 2019 mendatang. Hal ini diakibatkan ketiadaan dokumen dan kurangnya sosialisasi pengetahuan formalitas pemilihan.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah sembari menambahkan tidak sedikit dari buruh migran ini yang pun tidak didata secara komprehensif.
BACA JUGA
Migrant Care Minta Buruh di Luar Negeri Dimudahkan Memilih di Pemilu 2019
Masih Bisa Berubah, Ini Jumlah DPT di Luar Negeri
Pemuka Masyarakat Riau Tolak Hoaks Jelang Pemilu 2019
"Gusdur dulu tidak jarang mengatakan melulu Tuhan yang tahu berapa bahwasannya buruh migran di luar negeri. Karena pemerintah melulu punya data mereka yang tercatat di KBRI, sedangkan mereka yang tidak terdaftar tersebut jauh mendahului mereka yang terdaftar," ujar Anis Hidayah di Bawaslu, Jakarta, Minggu (7/10/2018).
"Di Arab Saudi, pekerja migran anda diperkiran 1,5 juta orang, namun di DPT-nya (Kumpulan Pemilih Tetap) itu melulu 19.000," ia melanjutkan.
Berdasarkan keterangan dari data dari Kementerian Luar Negeri per Agustus 2017, jumlah buruh migran Indonesia di luar negeri menjangkau 4.732.555 orang dengan rincian 2.862.495 buruh migran berdokumen, dan 1.870.060 buruh migran tidak berdokumen.
Kemudian, selama 53% surat suara yang dibalikkan buruh migran untuk KBRI guna Pemilu 2014 terhitung tidak sah sebab mereka tidak menyertakan dokumen wajib.
"Kalau pada Pemilu 2014, mereka tidak menyertakan eksemplar isian C4, jadi mereka melulu kirim surat suaranya, tetapi eksemplar isian C4-nya tidak disertakan sampai-sampai kemudian tersebut tidak sah secara administratif," beber Anis.
Dia menjelaskan, butuh ada sosialisasi yang lebih komprehensif dari pemerintah untuk menanggulangi hal ini.
"Bagaimana teknis mengembalikannya, apa kriteria-syaratnya, tersebut harus detil, sampai-sampai teman-teman yang telah bersusah-payah mengembalikan tersebut suaranya dapat terakomodasi sebagai pemilih. Nah tersebut yang sekitar ini terjadi. Apalagi mayoritas tersebut baik di Taipei, Singapura, lantas di Hong Kong akan memakai mekanisme pemilihan lewat pos," ujar Anis.
Komentar
Posting Komentar